Air Terjun Toroan, Sampang, Madura - Mungkin, hari kedua inilah yang
paling saya tunggu-tunggu dari acara #MenduniakanMadura. Alasannya, di hari
kedua ini kami akan menyeberang ke Pulau Giliyang, Sumenep, Madura. Pulau
dengan kadar oksigen tertinggi kedua di dunia.
Sebelum saya menceritakan
mengenai perjalanan ke Pulau Giliyang, mari saya ceritakan mengenai pagi di Desa
Batioh. Pagi itu, sehabis subuh, kami berjalan ke arah pantai Nepa. Di dekat homestay ada sebuah mushola (Langgar)
yang sudah ramai dengan anak-anak kecil mengaji. Jujur, saya merasa adem banget melihat pemandangan
tersebut. Dan, setelah dari pantai saya melewati mushola lagi. Anak-anak kecil
yang mengaji tadi, ada beberapa yang main-main di halaman mushola (mereka
melepas alas kaki ketika bermain di halaman) dan beberapa anak perempuan
menyapu jalan yang kami lintasi.
Setelah menikmati Pantai Nepa di
pagi hari dengan melakukan permainan, kami pun bergegas ke homestay, sarapan dan mempersiapkan diri untuk perjalanan
selanjutnya, yaitu ke air terjun Toroan. Saya singgung lagi, sarapan kami
ketika acara kebanyakan adalah ikan laut, sayur dan sambal. Saya suka sekali
masakan rumahan semacam ini. Benar-benar menyenangkan.
Air Terjun Toroan
Perjalanan ke air terjun Toroan,
Sampang, tidak memakan waktu lama dari kawasan Hutan Kera Nepa. Sekitar 30
menit, kita sudah bisa sampai di sana. Lokasi air terjun Toroan pun tidak sulit
untuk dicapai, karena berada di tepi jalan raya. Uniknya, air terjun ini
langsung jatuh ke laut atau tepi pantai dan Air Terjun Toroan merupakan air
terjun terbesar di Madura.
Kami hanya perlu menuruni anak
tangga untuk mencapai air terjun. Di sisi air terjun ada beberapa air terjun
kecil. Seperti yang saya katakan tadi, Air Terjun Toroan turun langsung ke air
laut lepas. Jadi, selain bisa menikmati pemandangan air terjun, kita juga bisa
menikmati indahnya laut.
Alamat lengkap Air Terjun Toroan
berada di Desa Ketapang Daya, Ketapang, Ketapang Daya, Ketapang, Kabupaten
Sampang, Jawa Timur 69261.
Pelabuhan
Pangsongsongan
Usai dari Air Terjun Toroan yang
hanya sekitar 30 menit, kami melanjutkan ke Sumenep. Sebelum langsung ke
Pelabuhan Dungkek, kami menuju ke Pelabuhan Pangsongsongan. Di sana, kami
melihat potensi Pulau Madura yang lainnya. Di sini kita akan menemukan pasar
ikan. Sumber makanan hasil laut. Berada di Pelabuhan Pangsongsongan, kalian
akan merasa berada di dunia lain – bagi yang tidak mengerti bahasa Madura –
karena di sini semua orang memakai bahasa ibu. Bahkan, mereka tawar menawar
dengan suara lantang.
Banyak sekali jenis ikan yang
dijual di sini. Ikan tongkol dan beberapa ikan lainnya (saya tidak tahu
namanya). Sudah saya katakan belum, kalau saya suka makan ikan laut?
Nah, setelah dari Pasar Ikan di
Pelabuhan Pangsongsongan, kita menuju ke Pelabuhan Dungkek yang berjarak
sekitar satu jam. Tentunya, saya habiskan waktu dengan tidur, terlebih lagi
tiba-tiba hujan turun deras. Nyenyak sudah.
Menyeberang ke Pulau
Giliyang
Sebenarnya, ketika hampir sampai
di Pelabuhan Dungkek, saya agak malas. Karena cuaca mendukung sekali untuk
tidur. Asli, enak banget tidur di bus waktu itu. Sayangnya, kami harus
cepat-cepat turun dan memilih barang bawaan kami yang akan dibawa ke Pulau
Giliyang. Saya memilih beberapa pakaian yang akan saya butuhkan di sana karena
muatan perahu kami terbatas, sehingga sisa barang kami tinggakan di bus.
Saya lupa tepatnya jam berapa
kami menyeberang. Yang jelas saat itu mendung, hujan rintik-rintik tapi tidak
deras. Perahu kami pun berangkat terombang-ambing di lautan lepas selama kurang
lebih tiga puluh menit. Sebenarnya, saya takut kalau tiba-tiba saya muntah.
Ternyata, seperti biasa, saya menikmati perjalanan dengan perahu. Bahkan
rasanya kayak dininaboboin. Mungkin karena ombak di lautan Madura tidak besar
dan saat itu tidak ada ombak berlebih.
Sesampainya di Pulau Giliyang,
kami sudah dinanti bapak-bapak dengan motor tossa mereka. Iya, kami akan dibawa
ke homestay dengan motor-motor tossa
tersebut. Di sana, motor tossa disebut sebagai odong-odong.
Kali pertama naik motor tossa,
saya senang sekali, terlebih lagi melewati jalanan Pulau Giliyang yang sejuk.
Asli. Saya kangen sekali ke pulau ini. Naik odong-odong, menghirup udara
bersih, tertawa bersama teman-teman. Kekaguman saya bertambah ketika kami
sampai di homestay. Tempatnya keren
banget. Cantik.
Di homestay ini terdapat beberapa bangunan. Dua bangunan rumah dengan
kamar tidur, satu kamar mandi, ruangan yang luas. Pendopo untuk salat dan ruang
berkumpul. Asri banget. Ya, meskipun di sebelah bangunan yang kami tempati –
untuk perempuan – berdekatan dengan kuburan.
Tak lama setelah kami berada di homestay, kami diajak makan di rumah
warga. Tentunya, untuk mencapai lokasi rumah warga kami dibawa dengan odong-odong
lagi. Asik, kan? Dan lebih asik lagi ketika melihat hidangan yang sudah
disediakan oleh warga Pulau Giliyang. Menunya sama, Genks. IKAN LAUT DAN SAYA
BAHAGIA.
Tidak tahu kenapa, ya. Di rumah
saya sering makan ikan lele, mujaer, gurame, dan bandeng. Tapi ikan yang saya
makan di Pulau Madura rasanya enak, meskipun makannya dengan sayur rumahan.
Rasanya beda. Mungkin karena ikannya segar atau mungkin karena kebersamaan dan
suasana atau mungkin memang saya lapar.
Usai makan, kami diajak ke Goa
Mahakarya atau Goa Celeng (hitam). Untuk menuju ke lokasi goa, harus melewati
jalan setapak dengan tanah berwarna merah. Tak perlu khawatir tersesat karena
ada petunjuk jalan yang mengarah ke goa.
Sayangnya, di Goa Mahakarya,
tidak ada penerangan sama sekali dan pintu masuk goa sempit sehingga sedikit
kesusahan ketika masuk. Di dalam goa, saya ikut penerangan dengan teman-teman
lantaran saya tidak punya alat penerangan lain. Di Goa Mahakarya banyak STALAKMIT
DAN STALAKTIT yang masih asli. Kami tidak diperbolehkan menyentuh, terlebih
lagi yang masih berair.
Namanya juga ruangan di bawah
tanah, gelapnya pasti sangat gelap. Ditambah lagi, udara yang sangat panas di
dalam sana. Tapi, kata teman saya yang sebelumnya pernah masuk ke sana, Goa
Mahakarya itu adem, bahkan sampai malas keluar.
Perjalanan hari kedua di Madura
ditutup dengan mengunjungi Goa Mahakarya, tentunya keberadaan saya di Pulau
Giliyang tidak sampai di sini saja. Besok pagi, kami akan mengunjungi Pantai
Ropet dan Fosil Ikan Paus.
masyarakat pulau giliyang banyak berumur panjang yaa?
ReplyDeletesoalnya pulaunya memiliki kadar oksigen yang sangat tinggi :D
pengen kesana juga :D
Gak terasa ya, kalau ada di Giliyang, di pulau ini AC gak laku.
ReplyDeletegoanya keren ya mba.. dalamnya berapa meter tuh gua ?
ReplyDeleteair terjunnya keren mba.. lebar lagi, bisa dipake berenang gak tuh
ReplyDelete