Stasiun Ambarawa Semarang : Apa Pun Maknanya, Perpisahan Tetaplah Menyakitkan - Melankolis banget nggak sih, judul dari trip saya di Semarang
ini? Banget. Meskipun jalan-jalannya bulan April lalu, saya baru menulisnya
sekarang. Dan pas banget saat hati saya sedang berantakan (kayak isi kamar
saya). Iya, saya sedang patah hati. Saya tulis, sengaja, biar bertahun-tahun
kemudian saya tahu. Saya sedang patah hati hari ini. Kemarin, saya baru saja
melakukan perpisahan yang saya harapkan tak pernah terjadi. Seperti postingan
kali ini, mengenai perpisahan dengan Semarang dan partner perjalanan saya Siti.
Jadi hari terakhir kami di Semarang itu, sebenarnya
besok-nya, ketika kami check out dari
hotel pagi-pagi. Tetapi, bagi saya perpisahan sebenarnya adalah hari ini – 30
April 2017, di mana hari terakhir di bulan itu. Dan, hari terakhir di Semarang ini pun, membuat kami
benar-benar kelelahan- terutama saya. Bahkan, saya dan Siti sempat
sebel-sebelan, lantaran terjadi sesuatu yang membuat waktu kami habis hanya
dalam perjalanan.
Seperti hari sebelumnya, kami berjalan kaki ke arah halte
Trans Semarang terdekat. Sebelum itu, saya dan Siti mampir ke Indomaret di
ujung jalan. Nah, ketika membayar belanjaan saya, saya melihat nasi segitiga
ala-ala di film Korea gitu. Kalau tidak salah, makanan tersebut disebut Kimbab.
Karena ini kali pertama saya menemukan makanan tersebut, tanpa pikir panjang
saya beli satu, isi ikan tuna. Eh, tuna apa salmon ya? Saya lupa. Intinya
begitu, deh.
Saya makanlah itu kimbab, yang terbuat dari nasi kepal dan
berisi ikan tuna. Rasanya? Enak! Saya merasa jadi cewek-cewek Korea yang sibuk,
dan hanya sempat sarapan kimbab. Tapi, akibatnya fatal :’). Saya mabok!
Dari halte Trans Semarang dekat pasar, kami bertanya untuk
menuju Semarang atas alias ke tempat tujuan kami,yaitu Museum Ambarawa atau
Stasiun Ambarawa. Kami diberitahu untuk naik bus arah Ungaran. Kami pun
menunggu bus trans Semarang yang dimaksudkan. Tak lama kemudian, kami
ditunjukkan bus ke arah Ungaran. Saya mendengar, mereka bilang “Terus sampai
Ungaran.”
Belum lama bus berjalan, saya sudah merasa ada yang tidak
beres dengan perut saya. “Ah, pasti karena nasi yang saya makan tadi.”Saya
meruntuki diri sendiri lantaran, sok-sokan beli kimbab. Padahal, hari terakhir
di Semarang ini bakal jadi hari yang
panjang dan kebanyakan kami menghabiskan waktu dalam kendaraan.
Saya pun menahan mual selama perjalanan. Keadaan semakin
buruk, lantaran bus kami penuh sesak. Saya yang masih muda harus berdiri demi
mendahulukan ibu-ibu hamil dan orang tua. Badan benar-benar lemas tak keruan.
Setelah selama satu jam perjalanan, bus yang kami tumpangi
sampai di terminal. Tetapi, kami terkejut ketika tahu, terminal tersebut bukan
terminal Ungaran, melainkan terminal Penggaron.
Tapi, sebelum kami kebingungan karena nyasarnya jauh banget,
saya meminta Siti untuk mencari toilet. Sampai di toilet, saya pun muntah. Semua
makanan yang masuk pagi ini, keluar tak bersisa. Badan pun lemas seketika.
Setelah insiden muntah-muntah dan badan lemes, saya minum
obat anti mabuk. Barulah kami sama-sama berpikir, apa yang harus kami lakukan
selanjutnya. Karena sekarang kami benar-benar berada di lokasi yang jauh dari
tujuan utama.
Pas inilah kami sama-sama bete, Siti juga kesal banget- entah
dia kesal dengan siapa- saya pun demikian. Badan lemas, nyasar pula. Akhirnya,
kami memutuskan mencari halte Trans Semarang terdekat. Ke mana? Tentu saja,
kami kembali ke Balai Kota, di sana seharusnya kami berhenti dan meneruskan
perjalanan ke Semarang atas menggunakan bus arah Ungaran.
Oke, silakan tarik napas dalam-dalam. Postingan ini, akan
panjang meskipun kami hanya sempat mengunjungi Stasiun Ambarawa.
Kita sampai di Terminal Ungaran – kalau tidak salah ingat – menjelang
Dzuhur. Kami pun, mencari angkot yang menuju ke arah Stasiun Ambarawa. Dan,
ternyata, guys, perjalanan
menggunakan angkot ini pun tak kalah jauhnya. Sekitar 1-1,5 jam perjalanan. Saya
yang terkena pengaruh obat anti mabok, tertidur di dalam angkot. Inilah alasan
saya malas minum obat anti mabuk karena pasti ngantuknya nggak kira-kira.
Museum Ambarawa
Stasiun Ambarawa terletak di tepi jalan utama, sehingga kami
tak usah berjalan jauh lagi untuk menuju stasiun. Kami pun sampai di stasiun
tersebut sekitar pukul satu siang. Sebagai informasi, di Stasiun Ambarawa yang
kini menjadi museum ini, kita bisa naik kereta uap. Sayangnya, ketika kami
masuk dan hendak membeli tiket naik kereta api uap, tiket sudah terjual habis. Menurut
informasi, tiket habis pukul 10 pagi. Lha, pukul sepuluh kita masih bete habis
karena kesasar.
Tiket masuk stasiun Rp.10.000,- sedangkan untuk naik kereta
ditarif Rp.50.000, per orang. Dengan mata masih mengantuk dan tubuh lemas, saya
berjalan-jalan melihat kereta api yang sudah berumur. Terlihat klasik dan
menawan. Bangunan dari Stasiun Ambarawa ini pun sangat klasik dan membuat saya
betah berlama-lama di sini. Sepertinya, Semarang sudah memenangkan hati saya!
Banyak banget pojok-pojok foto yang menawan untuk kita
datangi. Seperti berdiri di atas rel kereta api, berpose di depan kereta api
dan berbagai macam lainnya.
Dan ternyata, Kawan, kereta api yang bisa kita tumpangi bukan
kereta uap. Karena ketika kereta tersebut tiba, saya tidak melihat uapnya sama
sekali. Namun, kereta api tersebut terlihat klasik sekali, sehingga masih
pantas untuk dicoba.
Tak banyak yang bisa saya ceritakan mengenai Stasiun
Ambarawa, kecuali perjalanan yang teramat panjang ini. Karena sebagian besar
museum ini memang mengoleksi kereta-kereta antik – bukan miniatur loh ya. Sebelum
meninggalkan stasiun kami, salat Dzuhur sekaligus Ashar, karena memang kami
salat Dzuhur menjelang ashar- Maafkan kami ya Allah.
Seperti kedatangan kami tadi, kami pun naik angkot untuk
menuju terminal Ungaran yang nantinya kami teruskan perjalanan naik Trans
Semarang ke Balai Kota. Selama perjalanan, hujan deras mengiringi perjalanan
kami. Dan, ketika itu saya mendapatkan notifikasi kalau paket data saya hampir
habis. Saya pun segera beli paket data online di
Tokopedia. Seperti biasa, biar transaksi mudah dan cepat. Nggak asik banget
liburan kalau paket data habis.
Seperti hari sebelumnya, kami tak langsung pulang ke hotel,
melainkan duduk-duduk di depan gedung yang berada di lingkar Tugu Pemuda. Awalnya,
saya dan Siti berencana bertemu blogger Semarang, sayangnya belum berjodoh. Kami
pun menganggur sampai malam dan kami habiskan hanya duduk-duduk.
Mengambil foto di Tuga Pemuda memang tak ada habisnya. Di
sini, kita bisa melihat Lawang Sewu dari kejauhan dan saya baru ngeh kalau
bangunan itu megah sekali. Terakhir, kami ke salah satu mol di Semarang. Tidak
jauh dari Lawang Sewu, sehingga kami berjalan kaki ke sana.
Oleh-Oleh Semarang
Sudah saatnya saya berpisah dengan Siti. Kalau sebelumnya
kereta kedatangan kami sama-sama di Stasiun Tawang, kali ini kami berbeda
stasiun. Saya masih tetap berangkat di Stasiun Tawang, sedangkan Siti berangkat
dari Stasiun Poncol. Kami pun berpisah dan berjanji akan bertemu lagi, dalam
trip berikutnya – entah kapan. Kali saja, nanti Siti bisa menyambut saya di
Jakarta. Bisa beli tiket Jakarta aquarium di Tokopedia, kalau-kalau saya mau
main-main ke aquarium. Maklum, di sini tidak ada.
Karena kereta saya berangkat sekitar pukul 12, maka saya
pulang terlebih dahulu. Sebelum itu, saya mampir membeli oleh-oleh khas
Semarang, yaitu Lumpia. Saya membeli lumpia di salah satu penjual lumpia yang
cukup dikenal, yaitu Lumpia Mbak Lien. Saya naik ojek menuju ke lokasi dan saya
bisa melihat cara pembuatannya langsung. Saya membeli sepuluh biji dengan satu
bijinya seharga Rp. 15.000.
Ada beberapa hal yang saya sesalkan ketika di Semarang.
Satu, saya tidak membeli kamera yang tergantung di pasar Padang
Rani.
Dua, saya dan Siti kurang mengeksplore Kota Lama, padahal
kami bolak balik ke sana.
Tiga, saya tidak mencicipi kuliner khas Semarang lainnya.
Terutama Lekker Paimo.
Ketiga, saya tidak jadi bertemu dengan Blogger Semarang.
Padahal ingin banget.
Keempat, hari ketiga kami kurang puas mengeksplore Semarang.
Saya berharap, bisa ke Semarang lagi dan memperbaiki
penyesalan-penyesalan di atas. Semoga.
dan semoga perginya bisa sama aku
ReplyDeleteKalo ke arah ambarawa, sebenarnya cukup sekali naik bus jurusan ambarawa. Tapi ya namanya mau cari murah naik trans semaeang sih ya hehe.
ReplyDeleteGpp, jadiin pengalaman 😀