Saya tak pernah memasukkan kota Bandung sebagai salah satu
destinasi bepergian saya selama ini. Beberapa tempat yang sama masukkan dalam
daftar bepergian saya adalah Jogja, Semarang, Solo dan Lombok. Bandung, tidak
ada di antaranya.
Namun, Allah berkata lain, saya pada awal bulan Maret kemarin
pergi ke Bandung, menggunakan kereta api Harina. Melakukan perjalanan 12 jam,
yang membuat kaki saya bengkak.
Perjalanan 12 Jam Kereta
Pada hari Selasa, 26 Februari 2019 salah satu komunitas
blogger membuka pendaftaran untuk mengikuti BloggerDay yang diadakan di
Bandung. Awalnya, saya tak pernah berpikir untuk pergi-pergi ke manapun dalam
waktu dekat. Namun, ada hati yang terluka yang harus segera diobati, maka saya
pun mendaftarkan diri. Esoknya, saya mendapatkan surat elektronik bahwa saya
terpilih.
Rabu, 27 Februari 2019 saya pun membeli tiket kereta api dan
berangkat pada hari Jumat, 01 Maret 2019.
Pada tiket yang saya pegang, perjalanan ke Bandung dari Stasiun
Pasar Turi Surabaya pukul setengah lima sore dan sampai Bandung subuh.
Saya naik Kereta Api Harina Premium 1. Harga tiket kereta api
tersebut 300ribu. Kursi yang kami dapat dua sisi dua, tanpa berhadap-hadapan.
Ini kali pertama saya naik kereta selama 12 jam dan rasanya lumayan juga.
Di kereta saya lebih banyak merenung dan membaca, sulit
sekali untuk tidur. Bukan kelelahan atau seperti apa, namun sedang banyak
pikiran. Untungnya, saya menikmati perjalanan kereta.
Karena perjalanan kereta kami malam hari, saya sama sekali
tidak bisa menikmati pemandangan di luar. Mengintip keluar jendela pun sulit,
karena di luar sana gelap gulita.
Menanti Fajar di Masjid Raya Bandung
Kami sampai Bandung terlalu pagi. Masih subuh. Saya tidak
merasa lelah, namun saya benar-benar mengantuk. Kalau waktu ke Semarang, saya
numpang tidur di mushola di stasiun. Sedangkan di Bandung, saya tidak bisa
menumpang tidur karena masih subuh.
Jadi, kami berenam memesan gocar untuk menuju Masjid Raya
Bandung.
Saya sendiri tidak tahu tujuan ke Masjid Raya Bandung, hanya
saja teman-teman berkata di sana bisa mandi dan numpang tidur sebentar, hehe.
Waktu itu jam menunjukkan pukul setengah enam pagi. Namun,
berbeda dengan Surabaya, Bandung jam segitu masih begitu pagi, gelap. Layaknya
Surabaya ketika pukul lima pagi.
Sebenarnya, stasiun Bandung dan Masjid Raya Bandung masih
dalam satu bagian. Dekat. Kalau mau bisa ditempuh dengan berjalan kaki, tetapi
kami tidak mau capek, maka kami memesan gocar.
Berbeda dengan jalan kaki, memakai kendaraan harus memutar
sehingga lokasi masjid dan stasiun agak jauh. Lebih tepatnya seperti apa saya
kurang paham ya, karena ini cerita dari si driver gocar saja, hehe.
Kita menunggu matahari terik di Masjid Raya Bandung. Awalnya,
kami masuk masjid ingin tiduran gitu, eh, sama petugas masjidnya diminta
keluar, hehe. Akhirnya, kami duduk-duduk di luar masjid lalu numpang mandi di
sana.
Dibilang numpang juga tidak sih, karena memang di area bawah
masjid menyediakan toilet sekaligus tempat untuk mandi. Untuk mandi dikenakan
tarif Rp. 4000,-. Ternyata, air di Bandung dingin ya, saya merasa di daerah
pegunungan. Apa memang Bandung termasuk daerah pegunungan? Kota ini
mengingatkan saya akan Kota Malang, kok.
Alun-Alun Bandung
Sebenarnya ya, Alun-Alun Bandung dan Masjid Raya Bandung ini
jadi satu, hehe. Jadi, di sisi masjid ada lapangan luas sekali, berwarna hijau
rumput dan rapi. Saya pikir awalnya rumput beneran, tetapi ternyata semacam
karpet berwarna hijau dan persis seperti rumput. Nah, untuk menginjakkan kaki
di sini, harus dilepas alas kakinya biar tidak kotor.
Saya melepaskan sepatu saya, namun tidak menggulung legging wudhu saya, sehingga basah. Yah,
karena Bandung sebelumnya diguyur hujan jadi lapangan itu basah. Dan memang,
tidak terlihat kalau basah.
Makan Bakso, Batagor Cihampelas
Tidak jauh dari alun-alun, pada sisi kanan ada penjual bakso
dan batagor. Kami tertarik untuk mampir, karena waktu itu masih pagi sekali,
tetapi penjual bakso dan batagor itu sudah buka dengan banyak bakso yang
dipajang di gerobak. Akhirnya, kami memutuskan untuk membelinya.
Ternyata, mereka tak hanya menyediakan bakso dan batagor
saja, pun ada mie ayam. Saya sendiri memesan batagor satu porsi dan beberapa
teman memesan mie ayam. Bagaimana rasanya makan batagor di Bandung? Biasa saja,
lebih enak batagor di Mojokerto, hehe.
Batagor di sini besar-besar, porsinya cukup banyak dengan
harga 18ribu.
Naik Bandros Keliling Bandung
Bandung Tour
on The Bus atau Bandros merupakan bus yang disediakan oleh Pemerintah Kota
Bandung. Bus ini digunakan untuk berkeliling Kota Bandung dengan mudah dan
nyaman. Ada beberapa warna Bandros di Bandung, setiap warna memiliki rute
sendiri.
Di alun-alun
Bandung merupakan salah satu halte untuk naik Bandros. Kami menunggu Bandros
datang di sisi alun-alun. Dan kami pun naik Bandros hijau. Ketika bus penuh,
kami dikasih karcis berwarna hijau. Untuk sekali putaran naik Bandros dikenakan
biaya Rp. 20.000,-.
Rute Bandros Hijau
Alun-alun-Asia
Afrika-Oto Iskandardinata-Cibadak-Klenteng-Kebong
Jati-Pasirkaliki-Pajajaran-Arjuna-Aruna-Pajajaran-Pasirkaliki-Sukajadi-Setiabudi-Cihampelas-Wastukencana-Cicendo-Kebon
Kawung-Pasirkaliki-Kebon Jati-Oto Iskandardinata-Kepatihan-Dewi Sartika-Dalem
Kaum-Asia Afrika-Alun-alun.
Ketika berkeliling,
guide pada bus menjelaskan setiap
jalan yang kami lalui. Jadi, kita tidak berhenti untuk melihat-lihat ya, hanya
dijelaskan saja oleh guide mengenai
jalan-jalan dan lokasi di Bandung. Kebetulan bus hijau melewati sekolahan Dilan
yang dipergunakan untuk syuting Dilan 1991, lho.
Bandung pun
dikenal dengan banyak tamannya, semua taman untuk segala usia ada. Ada taman
lansia, remaja, dll. Bahkan, ada Taman Dilan ~
Jalan Kaki di Jalan Braga
Usai naik
Bandros kami mulai berjalan kaki kembali dari alun-alun ke jalan Asia Afrika,
untuk foto-foto. Pada dinding bawah jembatan, ada kutipan dari Pidi Baiq yang
menjadi spot foto instagramable. Sayangnya, saya tak sempat memotretnya karena
ramai sekali.
Kami terus
berjalan sampai ke jalan Braga, berfoto di depan tulisan Braga yang ikonik
banget.
Braga pada malam hari sungguh mengejutkan. Benar kata teman saya di instagram, kalau Braga pada malam hari serupa dengan jalan Legian, Bali. Setiap sisi terdapat kafe-kafe dan bar-bar. Dari luar tercium aroma-aroma yang kurang mengenakan. Saya tahu hal ini karena besok malamnya, saya ke Braga lagi. hehe.
Braga pada malam hari sungguh mengejutkan. Benar kata teman saya di instagram, kalau Braga pada malam hari serupa dengan jalan Legian, Bali. Setiap sisi terdapat kafe-kafe dan bar-bar. Dari luar tercium aroma-aroma yang kurang mengenakan. Saya tahu hal ini karena besok malamnya, saya ke Braga lagi. hehe.
Setelah lelah
jalan kaki, akhirnya kami ke hotel untuk meletakkan barang-barang dan perjalanan
hari itu ditutup dengan bermain ke Trans Studio Bandung.
Aw aw awww, semoga broken heart-nya segera pulih ya Lan.
ReplyDeleteBandung memang awesome. Tapi ongkos ke sananya yg bikin mikir2 qiqiqiq.
Harga makanan (beberapa) juga rada overprice
--bukanbocahbiasa(dot)com--
Aku belom pernah cobain Bandros, nih. Weekend ini kalo ke Bandung seru kali yaa. Hehehe :D
ReplyDelete